Perkembangan dunia yang pesat dewasa ini haruslah diimbangi dengan kemajuan dunia pendidikan tinggi yang didisain sedemikian rupa agar tidak tertinggal dengan perkembangan dunia pada umumnya. Pendidikan tinggi harus mampu menciptakan calon-calon tenaga siap latih untuk memasuki dunia kerja melalui peran pelaku-pelaku institusi pendidikan tinggi yang mampu menjadi agen perubahan yang dapat mendorong perubahan (drive to change), bukannya dipimpin oleh perubahan (lead by change), bahkan menolak perubahan (resist to change).
Rekonstruksi komitmen terhadap pendidikan tinggi dengan seluruh sistem pengelolaannya harus didahului oleh kesediaan dari segenap pelakunya untuk melakukan pembaharuan terhadap pola pikir mereka. Untuk itu dibutuhkan tenaga-tenaga penggerak atau "change agent" yang dapat berasal dari para pakar pendidikan maupun dari para pengamat lainnya, yang mampu menarik para pelaku lainnya agar mampu berfungsi aktif sebagai proponent bagi langkah-langkah perubahan ini, sekaligus tajam dalam mengidentifikasi pihak-pihak oponent yang harus diwaspadai (Susanto, 1998).
Penelitian tentang manajemen perubahan merupakan bidang yang relatif baru dan jarang dibahas orang, sehingga sering terjadi perdebatan tentang isu dan konsep yang muncul. Penelitian mulai marak tahun 1990-an dengan munculnya instrumen Managing Change Questionnaire (MCQ) dari W. Warner Burke Associates untuk meneliti pengetahuan dan pemahaman isu perubahan organisasional antara manajer dan eksekutif.
Dalam perkembangannya telah dilakukan penelitian "OD Practitioner as Facilitators of Change : An Analysis of Survey Results" oleh Church, Waclawski, dan Burke pada tahun 1996 yang meneliti peran praktisi OD sebagai fasilitator perubahan dalam organisasi dibandingkan dengan database penelitian sebelumnya yaitu manajer dan eksekutif. Penelitian tersebut menunjukkan praktisi OD, sebagai "orang luar yang mempunyai pengetahuan orang-dalam" seringkali berada pada posisi yang sangat "lemah" di dalam sistem klien mereka, sedang di lain pihak konsultan OD dan HRD internal seringkali mengalami tekanan yang kontradiktif antara "berbuat hal yang benar" dan "menyelamatkan diri dari permainan politik di dalam organisasi". (Church, et.al.,1996).
Secara spesifik penelitian ini melihat peranan BPH Yayasan dan Rektor Universitas-Institut/Ketua Sekolah Tinggi/Dekan Fakultas dalam kedudukannya masing-masing sebagai agen perubahan eksternal dan internal pada institusi pendidikan tinggi. BPH Yayasan dalam pengembangan suatu PTS memainkan peran sebagai 'facilitator' dan 'advisor' perubahan yang berorientasi pada menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif bagi terwujudnya perubahan organisasi serta menjadi konsultan yang memberikan saran (advise) bagi pengembangan PTS. Sebaliknya Rektor/Ketua/Dekan memainkan peran sebagai 'leader' dan 'negotiator' perubahan yang berorientasi pada memimpin proses perubahan organisasi dengan mentransformasikan visi organisasi ke dalam tindakan nyata serta menjadi perantara bagi berbagai pihak yang terlibat dalam pengembangan PTS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar